Senin, 09 September 2013
In:
Campus
Makalah Aliran-aliran linguistik
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Keberadaan bahasa merupakan keniscayaan bagi
manusia, karena bahasa merupakan salah satu pembeda antara hewan dan manusia.
Hal ini dikarenakan, hanya manusialah yang memiliki bahasa. Jadi, sudah
seharusnya disyukuri apa yang telah dikaruniakan oleh Sang Pencipta kepada
kita, yaitu bahasa. Dalam sejarah perkembangannya, linguistik
dipenuhi berbagai aliran dan paham yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling
berlawanan dan membingungkan terutama bagi para pemula (Chaer, 2003:332).
Sejarah linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran
linguistik. Masing-masing aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda
tentang bahasa, tapi pada prinsipnya aliran tersebut merupakan penyempurnaan
dari aliran-aliran sebelumnya. Oleh karena itu, dengan mengenal dan memahami
aliran-aliran tersebut akan menjadi pedoman bagi setiap orang untuk dapat
memilih atau mengacu kepada aliran linguistik apa yang menurutnya baik. Dalam
makalah ini akan dipaparkan mengenai teori, keunggulan, dan kelemahan setiap
aliran-aliran linguistik.
1.2
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.
Apa saja aliran linguistik itu?
2.
Apa keunggulan dan kelemahan setiap
aliran linguistik?
1.3
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan
aliran-aliran linguistik.
2. Mendeskripsikan
keunggulan dan kelemahan setiap aliran linguistik
.BAB
2
PEMBAHASAN
2.2 Landasan Teori
Sejarah
linguistik yang sangat panjang telah melahirkan berbagai aliran-aliran
linguistik yang pada akhirnya mempengaruhi pengajaran bahasa. Masing-masing
aliran tersebut memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang bahasa sehingga melahirkan
berbagai tata bahasa. Aliran tradisional telah melahirkan sekumpulan penjelasan
dan aturan tata bahasa yang dipakai kurang lebih selama dua ratus tahun lalu.
Menurut para
ahli sejarah, tata bahasa yang dilahirkan oleh aliran ini merupakan warisan
dari studi preskriptif (abad ke 18). Studi preskriptif adalah studi yang pada
prinsipnya ingin merumuskan aturan-aturan berbahasa yang benar. Sejak tahun
1930-an sampai akhir tahun 1950-an aliran linguistik yang paling berpengaruh
adalah aliran struktural. Tokoh linguis dari Amerika yang dianggap berperan
penting pada era ini adalah Bloomfield. Linguistik Bloomfield berbeda dari yang
lain. Dia melandasi teorinya berdasarkan psikologi behaviorisme. Menurut
Behaviorisme ujaran dapat dijelaskan dengan kondisi-kondisi eksternal yang ada
di sekitar kejadiannya. Kelompok Bloomfield menyebut teori ini mechanism, sebagai
kebalikan dari mentalism. Bloomfield berusaha rnenjadikan linguistik sebagai
suatu ilmu yang besifat empiris. Karena bunyi-bunyi ujaran merupakan fenomena
yang dapat diamati langsung maka ujaran mendapatkan perhatian yang istimewa.
Akibatnya, kaum strukturalis memberikan fokus perhatiannya pada fonologi,
morfologi, sedikit sekali pada sintaksis, dan sama sekali tidak pada semantik. Tata
bahasa tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike, Bukunya yang terkenal adalah
Linguage in Relation to a United Theory of The Structure of Human Behaviour
(1954).
Menurut aliran
Ini, satuan dasar dari sintaksis adalah tagmem (bahasa Yunani yang berarti
susunan). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan
sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling dipertukarkan untuk mengisi
slot tersebut. Linguistik transformasi melahirkan tata bahasa Transformational
Generative Grammar yang bahasa mengandung segi ekspresi (Signifiant) dan segi
isi(signifie). Masing-masing segi mengandung forma dan substansi : forma
ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan substansi isi.
2.2 Perkembangan Aliran Linguistik
2.2.1
Aliran
Tradisional
Perkembangan ilmu bahasa di dunia barat dimulai pada
abad IV Sebelum Masehi yaitu ketika Plato membagi jenis kata dalam bahasa
Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu onoma dan rhema. Onoma merupakan jenis
kata yang menjadi pangkal pernyataan atau pembicaraan. Sedangkan rhema
merupakan jenis kata yang digunakan mengungkapkan pernyataan atau pembicaraan.
Secara sederhana onoma dapat disejajarkan dengan
kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata sifat atau kata kerja.
Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal dengan istilah proposisi. Penggolongan
kata tersebut kemudian disusul dengan kemunculan tata bahasa Latin karya
Dyonisisus Thrax dalam bukunya ”Techne Gramaticale” (130 M).
Dengan demikian pelopor aliran tradisionalisme
adalah Plato dan Aristoteles. Tokoh-tokoh yang menganut aliran ini antara lain;
Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen, RO Winstedt, Raja Ali
Haji, St. Moh. Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong Lubis, Poedjawijatna,
Tardjan hadidjaja. Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya
pada kaidah menyebabkan aliran ini tetap eksis di zaman apapun.
Ciri-ciri
aliran ini antara lain:
a. Bertolak
dari landasan pola pikir filsafat
b. Pemerian
bahasa secara historis
c. Tidak
membedakan bahasa dan tulisan.Teori ini mencampuradukkan pengertian bahasa dan
tulisan sehingga secara otomatis mencampuradukkan penegrtian bunyi dan huruf.
d. Senang
bermain dengan definisi.
Hal ini karena pengaruh
berpikir secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan baru diberi contoh
alakadarnya.
e. Pemakaian
bahasa berkiblat pada pola/kaidah.
Bahasa yang mereka
pakai adalah bahasa tata bahasa yang cenderung menghakimi benar-salah pemakaian
bahasa, tata bahasa ini disebut juga tata bahasa normatif.
f. Level-level
gramatikal belum rapi, tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan
kalimat. Tataran morfem, frase, kalusa, dan wacana belum digarap.
g. Dominasi
pada permasalahan jenis kata
Pada awalnya kata dibagi menjadi
onoma dan rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh Aristoteles menjadi onoma,
rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini kata sudah dibagi
menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba, adverbia, preposisi,
partisipium, dan konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae membagi kata menjadi
delapan yaitu nomina, pronomina, partisipium, verba, adverbia, preposisi,
konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman renaisance kata kembali dibagi menjadi
tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia, preposisi, konjungsi, dan
interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi menjadi sepuluh yaitu
nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia, adjektiva, numeralia,
preposisi, konjungsi, interjeksi, dsan artikel.
Keunggulan
Aliran Tradisional
a. Lebih tahan lama karena bertolak dari pola
pikir filsafat
b. Keteraturan
penggunaaan bahasa sangat dibanggakan karena berkiblat pada bahasa tulis baku
c. Mampu
menghasilkan generasi yang mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena
aliran ini sengan bermain dengan definisi
d. Menjadikan
para penganutnya memiliki pengetahuan tata bahasa kareana pemakaian bahasa berkiblat
pada pola atau kaidah
e. Aliran
ini memberikan kontribusi besar terhadap pergerakan prinsip yang benar adalah
benar walaupun tidak umum dan yang salah adalah salah meskipun banyak
penganutnya.
Kelemahan
Aliran Tradisional
a. Belum
membedakan bahasa dan tulisan sehingga pengertian bahasa dan tulisan masih
kacau
b. Teori
ini tidak menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan.
c. Pemakaian
bahasa berkiblat pada pola/kaidah sehingga meskipun pandai dalam teori bahasa
tetapi tidak mahir dalam berbahasa di masyarakat.
d. Level
gramatikalnya belum rapi karena hanya ada tiga level yaitu huruf, kata, dan
kalimat.
e. Pemerian
bahasa menggunakan pola bahasa Latin yang sangat berebda dengan bahasa
Indonesia
f. Permasalahan
tata bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of
speech), sehingga ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit.
g. Pemerian
bahasa berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya sebagian
dari ragam bahasa yang ada.
h. Objek kajian hanya sampai level kalimat
sehingga tidak komunikatif
2.2.2
Aliran
Struktural
Teori ini berlandaskan pola pikir behaviouristik.
Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun 1916. aliran ini lahir
bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique Generale” karya Saussure
yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal sebaga Bapak Strukturalisme
dan sekaligus Bapak Linguistik Modern. Tokoh-tokoh yang merupakan penganut
teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L. Bloomfield, Hockett, Gleason,
Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries, Sapir, Trubetzkoy, Mackey,
jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Ciri-ciri Aliran Struktural
1. Berlandaskan
pada faham behaviourisme
Proses berbahasa
merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
2. Bahasa
berupa ujaran.
Ciri ini menunjukka
bahwa hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa . dalam pengajaran bahasa
teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral. Tulisan
statusnya sejajar dengan gersture.
3. Bahasa
merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan
konvensional.
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
4. Bahasa
merupakan kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem
habit, pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu
bentuk latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk
kebiasaan.
5. Kegramatikalan
berdasarkan keumuman.
6. Level-level
gramatikal ditegakkan secara rapi.
Level gramatikal mulai
ditegakkan dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa
kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan
kalimat. Tataran di atas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
7. Analisis dimulai dari bidang morfologi.
8. Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatic
9. Analisis bahasa secara deskriptif.
10. Analisis
struktur bahasa berdasarkan unsur langsung.
Unsur langsung adalah unsur yang
secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur
langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.
Keunggulan
Aliran Struktural
a. Aliran
ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
b. Metode
drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaa
c. Kriteria
kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
d. Level
kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e. Berpijak
pada fakta, tidak mereka-reka data.
Kelemahan
Aliran Struktural
a. Bidang
morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
b. Metode
drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat
menjemukan.
c. Proses
berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan
mekanis padahal manusia bukan mesin.
d. Kegramatikalan
berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika
dianggap umum.
e. Faktor
historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f. Objek
kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
2.2.3
Aliran
Transformasi
Aliran ini muncul menentang aliran strukturalis yang
menyatakan bahwa bahasa merupakan kebiasaan. Pelopor aliran ini adalah N.
Chomsky dengan karyanya “Syntactic Structure”(1957) dan diikuti oleh
tokoh-tokoh seperti Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons, Katz, Allen, van
Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green, dll.
Aliran ini pada mulanya hanya berbicara transformasi pada level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi.
Ciri-ciri Aliran Transformasi
Aliran ini pada mulanya hanya berbicara transformasi pada level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi dan fonologi.
Ciri-ciri Aliran Transformasi
1. Berdasarkan
faham mentalistik.
Aliran ini meganngap
bahasa bukan hanya proses rangsang-tanggap akan tetapi merupakan proses kejiwaan.
Aliran ini sagat erat dengan psikolinguistik.
2. Bahasa
merupakan innate
Bahasa merupakan faktor
innate(keturunan/warisan)
3. Bahasa
terdiri dari lapis dalam dan lapis permukaan.
Teori ini memisah
bahasa menjadi dua lapis yaitu deep structure dan surface structure. Lapis
batin merupakan tempat terjadinya proses berbahasa yang sebenarnya secara
mentalistik sedangkan lapis permukaan adalah wujud lahiriah yang ditransformasi
dari lapis batin.
4. Bahasa
terdiri dari unsur competent dan performance
Linguistic competent
atau kemampuan linguistik merupakan penegtahuan seseorang tentang bahasanya
termasuk kaidah-kaidah di dalamnya. Linguistic performance atau performansi
linguistik adalah keterampilan seseorang menggunakan bahasa.
5. Analisis
bahasa bertolak dari kalimat.
6. Penerapan
kaidah bahasa bersifat kreatif
Ciri ini menentang
anggapan kaum struktural yang fanatik terhadap standar keumuman. Bagi kaum
tranformasi masalah umum tidak umum bukan suatu persoalan yang terpenting
adalah kaidah.
7. Membedakan
kalimat inti dan kalimat transformasi.
Kalimat inti merupakan
kaliamt yang belum dikenai transformasi sedangkan kalimat transformasi
merupakan kalimat yang sudah dikenai kaidah transformasi yang ciri-cirinya
yaitu lengkap, simpel, statemen, dan aktif. Lam pertumbuhan selanjutnya ciri
itu ditambah runtut dan positif.
8. Analisis
diwujudkan dalam diagram pohon dan rumus.
Analisis dalam teori
ini dimulai dari struktur kalimat lalu turun ke frase menjadi frase benda (NP)
dan frase kerja (VP) kemudian dari frase turun ke kata.
9. Gramatikal
bersifat generatif.
Bertolak dari teori yang dinamakan
tata bahasa generatif tansformasi (TGT).
Keunggulan
Aliran Transformasi
a. Proses
berbahasa merupakan proses kejiwaan buakan fisik.
b. Secara
tegas memisah pengetahuan kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic
competent dan linguistic performance)
c. Dapat
membentuk konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang
ada.
d. Dengan
pembedaan kalimat inti dan transformasi telah dapat dipilah antara substansi
dan perwujudan.
e. dapat
menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat
generatif.
Kelemahan
Aliran Transformasi
a. Tidak
mengakui eksistensi klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan
kalimat.
b. Bahasa
merupakan innate walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa
dibiasakan atau dilatih mustahil akan bisa.
c. Setiap
kebahasaan selalu dikembalikan kepada deep structur.
2.2.4
Aliran
Praha
Dengan tokohnya Vilem Mathesius, Nikolai S.
Trubetskoá»·, Roman Jakobson, dan
Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi. contoh : baku X paku, tepas X tebas.
Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi. contoh : baku X paku, tepas X tebas.
Aliran ini mengembangkan istilah morfonologi (meneliti
perubahan fonologis yang terjadi akibat hubugan morfem dengan morfem.Contoh:
kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi sufiks –an, maka akan terjadi
perbedaan. Kalimat dapat dilihat dari struktur formal dan struktur
informasinya, Formal (subjek dan predikat), informasi (tema dan rema). Tema
adalah apa yang dibicarakan, sdngkn rema adalah apa yang dikatakan mengenai
tema. Contoh kalimat “this argument I can’t follow”→ “I” sbg subjek, “this
argument” sebagai objek, namun menurut aliran praha “this argument” juga
merupakan tema, sedangkan “I can’t follow” juga merupakan rema.
2.2.5
Aliran
Glosematik
Aliran
ini lahir di Denmark, dengan tokohnya Louis Hjemslev. Hjemslev menganggap
bahasa mengandung segi ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie).
Masing-masing segi mengandung forma dan substansi : forma ekspresi, substansi
ekspresi, forma isi, dan substansi isi.
2.2.6
Aliran
Firthian
Dengan tokohnya Joh R. Firth (London, 1890-1960).
Dikenal dengan teori fonolog prosodi, yaitu cara menentukan arti pada
tataran fonetis. Faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini :
1. Mereka
memerikan bahasa indian dengan cara sinkronik.
2. Bloomfield
memerikan bahasa aliran strukturalisme berdasarkan fakta objektif sesuai dengan
kenyataanyang diamati.
3. Hubungan
baik antar linguis. Sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah
melaporkan hasil karya mereka.
Aliran ini sering juga disebut aliran taksonomi,
karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur bahasa berdasarkan
hubungan hierarkinya.
2.2.7
Aliran
Tagmemik
Dipelopori oleh KenAliran Strukturalisme di Amerika.
Dalam Linguistik di Amerika mempunyai tiga tokoh yang sangat berperan dalam
pengkajian bahasa di benua tersebut. Ketiga tokoh tersebut ialah Franz Boaz,
Edward Sapir dan Leonard Bloomfield. Franz Boaz merupakan seorang linguis yang
otodidaktik yang telah menyumbangkan peran pada penelitian bahasa-bahasa Indian
Amerika. Boaz meneliti bahasa baik di rumpun Indo-Eropa maupun diluar
Indo-Eropa.
Di Indo-Eropa membahas mengenai Infleksi penanda
sedangkan diluar Indo-Eropa, Boaz mencermati tentang struktur bahasa Indian.
Pandangan Boaz setiap bahasa akan memiliki kategori-kategori logis yang
merupakan keharusan digunakan pada bahasa tersebut. Ia dalam membahas strutural
bahasa ini lebih menitik beratkan pada bidang fonetik. Bahasa menurut Boaz
merupakan tuturan artikulasi yang berupa kategori gramatikal, pronomina kata
ganti (sendiri atau non sendiri) dan verb (orang, number, tense, mood, dan voice).
Seorang mahasiswa Boas yang bernama Edward Sapir tak
kalah dalam menyampaikan argumennya. kajiannya yang terkenal ialah mengenai
suatu pemerian bahasa. Selain itu, ia juga mempunyai suatu konsep bahasa yaitu
makna bahasa dikaitkan dengan visual, tingkat pemahaman dan rasa hubungan serta
kesesuaian bahasa dengan makna. Dari ide yang tertuang dibenaknya, murid dari
Boaz ini lalu membagi konsepnya menjadi sub kajian yaitu unsur-unsur tuturan,
bunyi bahasa, bentuk bahasa, bahasa-ras-dan kebudayaan. Unsur-unsur turunan
berupa hubungan antara bentuk linguistik, proses gramatikal dan konsep
gramatikal. Sedangkan bunyi bahasa mengenai pola atau perbedaaan bunyi cocok
dalam perbedaan bahasa. Lain halnya dengan bentuk bahasa yang menurut Sapir
dapat dibagi menjadi konsep dasar dan metode formal. Sedangkan pendapatnya yang
terakhir mengenai corak suatu bahasa ini dia kaji karena sebelum menekuni
bidang linguistik ia juga menekuni bidang antropologi.
Linguis ketiga yang mengkaji bahasan ini ialah
Leonard Bloomfield. Bloomfield merupakan linguis Amerika yang peling besar
peranannya dalam menyebarkan prinsip dan metode strukturalisme Amerika. Salah
satu rumusannya digambarkan dengan rumus rangsangan dan tanggapan dengan
formula R – t.....r – T maksudnya suatu rangsangan praktis (R) menyebabkan
seorang berbicara alih-alih bereaksi secara praktis, ini merupakan penganti
bahasa-bahasa (t). Bagi pendengar, hal itu merupakan rangsangan pengganti
bahasa (r) yang menyebabkan dia memberi tanggapan praktis (T). Rumus di atas
sangat sinkron bila diterapkan dengan teori makna Bloomfield yang membedakan
peristiwa bahasa dengan peristiwa praktis dalam sebuah tuturan.
Selain teori tersebut Bloomfield juga mencetuskan
teori mengenai bentuk bahasa, dari hasil penelitiannya digariskan bahwa bentuk
bahasa dibagi menjadi dua bentuk terikat dan bentuk bebas, serta 4 cara
penyusunan form yaitu order, modulation, phonetic modification dan selection.
Bentuk dapat dibagi dalam beberapa kelas yaitu Sentence type (kalimat Tanya,
kalimat berita dan sebagainya), Construction (bisa juga disebut Syntax) dan
Substitution (bentuk grammar yang berhubungan dengan penggantian konvensional)
neth L. Pike. Yang dimaksud tagmem adalah korelasi entara
fungsi gramatikal (slot) dengan kelompok bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk mengisi slot tersebut.
fungsi gramatikal (slot) dengan kelompok bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk mengisi slot tersebut.
2.2.8
Aliran
Linguistik: Aliran London
Pendapat
John Ruppert Firthian (1890-1960). Seperti yang diungkapkan Soeparno dalam
Dasar-dasar Linguistik Umum, Firthian adalah guru besar pada Universitas London
sangat terkenal sebagai pelopor Aliran London. Bila aliran Bloomfieldian
disebut dengan nama strukturalisme Amerika, maka aliran Firthians disebut strukturalisme
kontinental. Kaum ini terkenal karena kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal
yang praktis. Para ahlinya antara lain : John Ruppert Firth, Daniel Jones, Brownislaw
Malinowski, dan H.Sweet.
Firth mengeluarkan teori tentang fonologi prosodi.Titik
berat perhatiannya memang pada bidang fonetik dan fonologi. Fonologi prosodi
adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi
terdiri dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan –satuan
fonematis berupa unsur-unsur segmental, yaitu berupa konsonan dan vokal.
Sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih
panjang daripada suatu segemn tunggal. Ada 3 macam pokok prosodi, yaitu (1)
prosodi yang menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata,
gabungan konsonan, dan gabungan vokal; (2) prosodi yang terbentuk oleh jeda;
dan (3) prosodi yang lebih daripada fonem-fonem suprasegmental.
Firth juga berpendapat telaah bahasa harus
memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks
situasinya, yaitu orang-orang yan berperan dalam masyarakat, kata-kata yang
mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan. (Abdul Chaer: 355-356). Karya
Firth dan kelompoknya mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa
seperti yang dikemukakan oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks
situasi dengan membedakan tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur
linguitik yang terbatas. Ia menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de
Saussure, yaitu paradigma dan sintagmatik. Firth berpendapat bahwa pertanyaan
tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan.
Objek kajian linguistik menurut Firth adalah bahasa
secara aktual. Firth mengatakan bahwa struktur berkenaan dangan hubungan
sintagmatik antar unsur dan sistem yang berhubungan dengan paradigmatik
antar unit. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapkan khusus
untuk peristiwa sosial yang berulang terdiri atas berbagai tataran analisis.
Tataran ini yaitu fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.
Pendekatan situasional untuk menganalisis
situasi tuturan sebagai berikut:
1. Hubungan
dalam teks itu sendiri
2. Hubungan
sintagmatik antara unsure struktur yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran
analisis
3. Hubungan
paradigma istilah untuk memberikan nilai pada unsure struktur.
4. Teks
dalam hubungan dengan unsur nonverbal dengan hasil keseluruhan yang efektif
5. Hubungan
analisis antara bagian teks dan unsur khusus dalam situasi.
6. Hubungan
dalam konteks situasi
Komponen dasar dari
makna keseluruhan adalah fungsi fonetik, fungsi leksikal, fungsi morfologi, dan
fungsi sintaksis serta seluruh konteks situasi.
Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi. Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan (1) tempat terjadi; dan (2) kontras yang ditunjukkan dengan bunyi yang dapat terjadi ditempat yang sama.
Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi. Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan (1) tempat terjadi; dan (2) kontras yang ditunjukkan dengan bunyi yang dapat terjadi ditempat yang sama.
BAB 3
PENUTUP
Dari
pembahasan di atas kita dapat mengetahui berbagai macam perkembangan aliran
linguistik. Dari tiap-tiap aliran memiliki teori masing-masing dan keunggulan
serta kelemahannya. Bahasan tersebut dapat kita jadikan sebagai tambahan
wawasan serta menambah pengetahuan kita mengenai linguistik terutama tentang
aliran-aliran linguistik.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer,
Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer,
Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
http
://www. ariprasetyo_ aliran-aliran linguistk..com
http
://www. kamalyusuf_ perkembangan linguistik di Indonesia hingga akhir 90-an.
Makalah Batik Pakaian Rakyat Khas Pekalongan
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan
kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Batik
Pakaian Rakyat Khas Pekalongan”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni
al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Folklore di program studi Sastra
Indonesia Fakultas Bahasa dan seni pada Universitas Negeri Semarang. Selain
itu, penulis mengucap terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
proses pembuatan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Pekalongan,
25 Juni 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
..........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN
............................................................................................ii
KATA
PENGANTAR........................................................................................................iii
DAFTAR
ISI......................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
..................................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah
.....................................................................................
1
1.2. Rumusan masalah.................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan
.................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN…….............................................................................................4
2.1.Sejarah Batik pekalongan………………………….............................................
4
2.2. Wujud Batik pekalongan
......................................................................................4
2.2.1
Bentuk Batik Pekalongan……………………………………………………8
2.2.2
Tata Cara Pembuatan Batik Pekalongan…………………………………….9
2.2.3
Bahan Pembuatan Batik Pekalongan………………………………………12
2.3.Simbol dan Makna Batik
Pekalongan..................................................................14
2.4.Fungsi Batik Pekalongan
....................................................................................17
BAB III PENUTUP ..........................................................................................................18
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................18
3.2.
Saran
..................................................................................................................18
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Folklore sering diidentikkan dengan tradisi dan
kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan
masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia,
setiap daerah, kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing
telah mengembangkan folklorenya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam
folklore. Folklore ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara
turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat.
Ciri-ciri folklore:
- Folklore menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Hal ini disebabkan penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.
- Penyebaran dan pewarisannya dilakukan secara lisan, yakni dengan tutur kata atau gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya.
- Folklore bersifat anonim, artinya penciptanya tidak diketahui.
- Folklore hadir dalam versi-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara lisan sehingga mudah mengalami perubahan.
- Folklore bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standar.
Bentuk-bentuk folklore
1. Folklore lisan adalah folklore yang bentuknya murni secara lisan, yang
terdiri dari:
a) Puisi rakyat, misalnya
pantun. Contoh: wajik klethik gula Jawa
(isih cilik sing prasaja)
b) Pertanyaan tradisional,
seperti teka-teki. Contoh: Binatang apa yang
perut, kaki, dan ekornya semua di kepala? jawabnya: kutu kepala.
c) Bahasa rakyat, seperti
logat (Jawa, Banyumasan, Sunda, Bugis dan
sebagainya), julukan (si pesek, si botak, si gendut), dan gelar
kebangsawanan
(raden masa, teuku, dan sebagainya) dan sebagainya.
d) Ungkapan tradisional,
seperti peribahasa/pepatah. Contoh: seperti telur di ujung tanduk (keadaan yang
gawat), koyo monyet keno tulup (seperti kera kena sumpit) yakni untuk
menggambarkan orang
yang bingung.
e) Cerita prosa rakyat,
misalnya mite, legenda, dan dongeng.
Folklore sebagian lisan adalah folklore yang bentuknya
merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan, seperti: kepercayaan
rakyat/takhayul, permainan rakyat, tarian rakyat, adat istiadat, pesta rakyat
dan sebagainya.
Folklore bukan lisan (non verbal folklore) adalah
folklore yang bentuknya bukan lisan walaupun cara pembuatannya diajarkan secara
lisan. Contoh: arsitektur rakyat (bentuk rumah Joglo, Limasan, Minangkabau,
Toraja, dsb); kerajinan tangan, pakaian dan perhiasan dan sebagainya; di mana
masing-masing daerah berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
folklore, mitologi,legenda, upacara, dan lagu dari berbagai daerah di Indonesia
memiliki nilai sejarah. Semuanya itu memberikan sumbangan bagi penulisan
sejarah daerah.Satu hal yang perlu dicermati bila hal itu dijadikan sumber
dalam penulisan sejarah, maka perlu adanya kritik sumber sehingga nilai
keilmiahan sejarah dapat dipertanggungjawabkan.
1.2 Rumusan Masalah
- Bagaimana sejarah batik di Pekalongan?
- Bagaimana wujud batik khas Pekalongan?
- Bagaimana simbol batik di Pekalongan?
- Apakah fungsi batik Pekalongan?
1.3 Tujuan
- Mengetahui sejarah batik di Pekalongan
- Mengetahui wujud batik Pekalongan
- Mengetahui simbol-simbol batik pekalongan
- Memahami fungsi batik Pekalongan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Batik
Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian.
Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik
pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari
kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist
dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik
tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan
motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan
Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and
Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.
Sekarang ini kata batik sudah banyak dikenal di luar
negeri. Baik wanita maupun pria Indonesia
dari berbagian suku gemar memakai bahan pakaian yang dihiasi pola batik ataupun
kain batiknya sendiri, yang dibuat dan digunting menurut selera masing masing.
Para turis asing ataupun pejabat-pejabat asing yang tinggal di Indonesia sangat gemar akan batik dan sering
membawanya pulang sebagai oleh-oleh.Batik adalah salah satu kesenian yang sudah
menjadi budaya di Indonesia
khususnya di daerah jawa. batik sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak jaman majapahit.
Oleh karena itu Batik sudah pasti memiliki sejarah yang menarik, baik dari arti
kata, penggunaan, hingga cara pembuatannya. Arti kata batik: para sarjana ahli
seni rupa, baik yang berkebangsaan Indonesia maupun yang bangsa asing,
belum mencapai kata sepakat tentang apa sebenarnya arti kata batik itu. Ada yang mengatakan bahwa
sebutan batik berasal dari kata tik yang terdapat di dalam kata titik. Titik
berarti juga tetes. Memang di dalam membuat kain batik dilakukan pula penetesan
lilin di atas kain putih. Ada
juga yang mencari asal kata batik di dalam sumber-sumber tertulis kuno. Menurut
pendapat ini, kata batik dihubungkan dengan kata tulis atau lukis. Dengan
demikian, asal mula batik dihubungkan pula dengan seni lukis dan gambar pada
umumnya.
Asal usul Batik sampai sekarang masih belum jelas. Batik
dapat ditemukan di berbagai negara asia seperti Indonesia,
Malaysia,Thailand, dan Sri Lanka. Selain itu batik juga
ditemukan di beberapa negara di Afrika. Tetapi Tetap saja Batik yang paling
terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia. Selain di Asia, batik
juga sangat populer di beberapa negara di benua Afrika. Walaupun demikian,
batik yang sangat terkenal di dunia adalah batik yang berasal dari Indonesia,
terutama dari Jawa.
Dibalik keunggulan sesuatu
pasti tersimpan sejarah yang merupakan perjalanan terciptanya suatu karya.
Meskipun kesannya hanya sekedar sejarah, tapi ternyata kisah perjalanan
tersebut mempunyai peran yang sangat besar hingga akhirnya mampu membawa nama
bangsa menjadi bangsa yang labih baik. Salah satu sejarah yang sudah
sepnatasnya untuk kita pelajari adalah sejarah tentang batik pekalongan ini.
Dengan demikian tentunya kita tidak hanya menggunakan produknya saja tapi akan
lebih baik jika kita juga mengerti tentang makna sejarahnya sehingga kita akan
lebih menghargai produk tersebut.
Sejarah batik pekalongan ini
sebenarnya telah dimulai sejak paska konflik dan peperangan yang ada
dilingkungan kerajaan mataram. Saat itu, peperangan yang melawan kolonial
Belanda dan perpecahan di lingkungan keraton memang sangat sering terjadi.
Kondisi inilah yang akhirnya memaksa sebagian keluarga keraton untuk mengungsi
ke daerah lain dan salah satunya adalah kota
Pekalongan. Keluarga keraton yang sudah mempunyai ketrampkilan membatik inilah
yang akhirnya mengembangkan ketrampilannya membatik di Pekalongan tempat mereka
mengungsi tersebut.
Di kota Pekalongan
tersebutlah batik tersebut akhirnya tumbuh pesat dan akhirnya terus
dikembangkan oleh masyarakat sekitar hingga akhrinya menjadi sumber mata
pencaharian. Untuk motif batik pekalongan ini sangat dipengaruhi oleh keadaan daerah
yang ada di sekitarnya. Hingga saat ini jenis batik pekalongan yang paling dikenal berdasarkan prosesnya
adalah batik tulis dan juga batik cap. Meskipkun demikian motif batik pekalongan tetap
memiliki ciri khas yang tentunya menjadi daya tarik tersendiri untuk penggemar
batik khususnya batik dari Pekalongan ini.
Memang tidak bisa dipungkiri
dan memang harus disyukuri bahwa Negara kita ini banyak menyimpan kekayaan yang
belum tentu memiliki kekayaan sebagaimana dimiliki oleh negeri ini. Bagimana
tidak, batik yang menjadi menjadi sebagian kecil budaya bangsa kita ini telah
mampu mengangkat nama Indonesia
menjadi harum di kancah internasional. Semakin terkenal suatu produk tentunya
juga akan membantu meningkatkan kesuksesannya mendapatkan keuntungan yang lebih
banyak.
2.2 Wujud Batik
Pekalongan
2.2.1 Bentuk
Batik Pekalongan
Ada
beberapa wujud batik pekalongan berdasarkan pembuatannya, yaitu:
1.
Batik cap
Batik dengan tehnik cap ini
merupakan pembuatan batik yang dilakukan dengan cara menggunakan canting cap.
Bentuknya yang mirip dengan stempel ini membuat proses membantik menjadi lebih
cepat. Meskipun proses pembuatannya lebih cepat, hasil batik cap ini sebenarnya
juga tidak kalah bagus dengan batik tulis yang dilakukan dengan cara seperti
menggambar di atas kain ini. Untuk membedakan batik cap ini, anda bisa
memperhatikan beberapa ciri khas dari batik celup diantaranya adalah warna
batik pada kedua belah sisi kain adalah sama, motif yang dipilih tidak terlalu
detil, warna batik lebih mengkilap, dan warna dasar pada kain biasanya warna
gelap.
- Batik tulis
Batik yang dibuat dengan cara
menuliskan langsung motif
batik secara manual dengan
menggunakan canting. Batik tulis ini mempunyai keunikan tersendiri karena
proses pembuatannya yang cukup rumit dan membutuhkan ketelatenan tingkat
tinggi. Sesuai dengan tingkat kesulitan dalam membuatnya, batik tulis memang
dijual dengan harga yang lebih mahal. Hal ini sangat sesuai dengan kualitas
batik tulis yang bagus dan mempunyai motif batik yang detil. Untuk batik pekalongan juga
terdapat jenis batik tulis yang juga memiliki daya jual yang tinggi.
Beberapa jenis batik tulis itu sendiri juga terdapat
beberapa macam diantaranya adalah batik tulis malam dan batik tulis colet
(warna). Batik tulis malam ini proses pembuatannya dengan menorehkan cairan
malam dengan menggunakan canting tulis. Sedangkan batik tulis warna atau colet
sebanarnya proses pembuatannya juga sama dengan proses membuat batik tulis
hanya saja yang membedakan adalah batik ini langsung ditorehkan warna yang
dikehendaki melalui canting yang digunakan. Ciri -ciri batik tulis ini adalah
motifnya tidak berulang, pemilihan kombinasi warna yang digunakan bisa lebih
banyak, dan warna dasarnya bisa gelap atau cerah.
- Batik sablon
Seiring dengan kemajuan
tehnologi, batik pekalongan juga ada yang diproses dengan cara
disablon. Cara ini adalah cara yang paling cepat dan mudah sehingga dalam
sekali pembuatan, produsen bisa menghasilkan produk kain batik yang banyak. Produksi
dengan cara ini biasanya banyak dilakukan oleh pabrik tekstil. Produksinya yang
cepat tentunya juga akan mempengaruhi harga penjualan produk batik yang satu
ini, sehingga batik sablon dijual dengan harga yang relatif murah.
Meskipun beberapa jenis batik
hampir memiliki proses batik yang sama, tapi batik pekalongan memang memiliki ciri khas yang kuat
sehingga batik yang satu ini memiliki banyak penggemar.
2.2.2 Tata Cara Pembuatan Batik
Pekalongan
Berikut ini adalah proses membatik yang berurutan dari
awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap daerah
pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi inti yang dikerjakannya adalah sama
termasuk di Pekalongan ini, yaitu:.
1. Ngemplong
Ngemplong merupakan tahap paling awal atau pendahuluan, diawali dengan
mencuci kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji. Kemudian
dilanjutkan dengan pengeloyoran, yaitu memasukkan kain mori ke minyak jarak
atau minyak kacang yang sudah ada di dalam abu merang. Kain mori dimasukkan ke
dalam minyak jarak agar kain menjadi lemas, sehingga daya serap terhadap zat
warna lebih tinggi.
Setelah melalui proses di atas, kain diberi kanji dan dijemur.
Selanjutnya, dilakukan proses pengemplongan, yaitu kain mori dipalu untuk
menghaluskan lapisan kain agar mudah dibatik.
2. Nyorek atau Memola
Nyorek atau memola adalah proses menjiplak atau membuat pola di atas kain
mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan
ngeblat. Pola biasanya dibuat di atas kertas roti terlebih dahulu, baru
dijiplak sesuai pola di atas kain mori. Tahapan ini dapat dilakukan secara
langsung di atas kain atau menjiplaknya dengan menggunakan pensil atau canting.
Namun agar proses pewarnaan bisa berhasil dengan baik, tidak pecah, dan
sempurna, maka proses batikannya perlu diulang pada sisi kain di baliknya.
Proses ini disebut ganggang.
3. Mbathik
Mbathik merupakan tahap berikutnya, dengan cara menorehkan malam batik ke
kain mori, dimulai dari nglowong (menggambar garis-garis di luar pola) dan
isen-isen (mengisi pola dengan berbagai macam bentuk). Di dalam proses
isen-isen terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah
dibuat dengan cara memberi titik-titik (nitik). Ada pula istilah nruntum, yang hampir sama
dengan isen-isen, tetapi lebih rumit.
4. Nembok
Nembok adalah proses menutupi bagian-bagian yang tidak boleh terkena
warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian
tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok
penahan.
5. Medel
Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna
secara berulang-ulang sehingga mendapatkan warna yang diinginkan.
6. Ngerok dan Mbirah
Pada proses ini, malam pada kain dikerok secara hati-hati dengan
menggunakan lempengan logam, kemudian kain dibilas dengan air bersih. Setelah
itu, kain diangin-anginkan.
7. Mbironi
Mbironi adalah menutupi warna biru dan isen-isen pola yang berupa cecek
atau titik dengan menggunakan malam. Selain itu, ada juga proses ngrining, yaitu
proses mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu. Biasanya,
ngrining dilakukan setelah proses pewarnaan dilakukan.
8. Menyoga
Menyoga berasal dari kata soga, yaitu sejenis kayu yang digunakan untuk
mendapatkan warna cokelat. Adapun caranya adalah dengan mencelupkan kain ke
dalam campuran warna cokelat tersebut.
9. Nglorod
Nglorod merupakan tahapan akhir dalam proses pembuatan sehelai kain batik
tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang warna (malam). Dalam tahap
ini, pembatik melepaskan seluruh malam (lilin) dengan cara memasukkan kain yang
sudah cukup tua warnanya ke dalam air mendidih. Setelah diangkat, kain dibilas
dengan air bersih dan kemudian diangin-arginkan hingga kering. Proses membuat
batik memang cukup lama. Proses awal hingga proses akhir bisa melibatkan
beberapa orang, dan penyelesaian suatu tahapan proses juga memakan waktu. Oleh
karena itu, sangatlah wajar jika kain batik tulis berharga cukup tinggi.
2.2.3 Bahan Pembuatan Batik
Pekalongan
Perlengkapan membatik tidak banyak mengalami perubahan.
Dilihat dari peralatan dan cara mengerjakannya, membatik dapat digolongkan
sebagai suatu kerja yang bersifat tradisional.
1. Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori
sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu. Gawangan harus dibuat
sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.
2. Bandul
Bandul dibuat dari timah, kayu, atau batu yang dimasukkan ke dalam
kantong. Fungsi pokok bandul adalah untuk menahan agar mori yang baru dibatik
tidak mudah tergeser saat tertiup angin atau tertarik oleh si pembatik secara
tidak sengaja.
3. Wajan
Wajan adalah perkakas utuk mencairkan malam. Wajan dibuat dari logam baja
atau tanah liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya mudah diangkat dan
diturunkan dari perapian tanpa menggunakan alat lain.
4. Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat api. Kompor yang biasa digunakan adalah
kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang kompor ini bisa diganti dengan kompor
gas kecil, anglo yang menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini berfungsi
sebagai perapian dan pemanas bahan-bahan yang digunakan untuk membatik.
5. Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup paha si pembatik agar tidak terkena
tetesan malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
6. Saringan Malam
Saringan adalah alat untuk menyaring malam panas yang memiliki banyak
kotoran. Jika malam tidak disaring, kotoran dapat mengganggu aliran malam pada
ujung canting. Sedangkan bila malam disaring, kotoran dapat dibuang sehingga
tidak mengganggu jalannya malam pada ujung canting sewaktu digunakan untuk
membatik.
Ada
bermacam-macam bentuk saringan, semakin halus semakin baik karena kotoran akan
semakin banyak tertinggal. Dengan demikian, malam panas akan semakin bersih
dari kotoran saat digunakan untuk membatik.
7. Canting
Canting adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan,
terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk
menuliskan pola batik dengan cairan malam. Saat ini, canting perlahan
menggunakan bahan teflon.
8. Mori
Mori adalah bahan baku
batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori bermacam-macam dan jenisnya sangat
menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan. Mori yang dibutuhkan
disesuaikan dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan.
Tidak ada ukuran pasti dari panjang kain mori karena biasanya kain
tersebut diukur secara tradisional. Ukuran tradisional tersebut dinamakan kacu.
Kacu adalah sapu tangan, biasanya berbentuk bujur sangkar.
Jadi, yang disebut sekacu adalah ukuran persegi mori, diambil dari ukuran
lebar mori tersebut. Oleh karena itu, panjang sekacu dari suatu jenis mori akan
berbeda dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.
Namun di masa kini, ukuran tersebut jarang digunakan. Orang lebih mudah
menggunakan ukuran meter persegi untuk menentukan panjang dan lebar kain mori.
Ukuran ini sudah berlaku secara nasional dan akhirnya memudahkan konsumen saat
membeli kain batik. Cara ini dapat mengurangi kesalahpahaman dan digunakan
untuk menyamakan persepsi di dalam sistem perdagangan.
9. Malam (Lilin)
Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya
malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali pada
proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain.
Malam yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam (lilin) biasa.
Malam untuk membatik bersifat cepat diserap kain, tetapi dapat dengan mudah
lepas ketika proses pelorodan.
10. Dhingklik (Tempat Duduk)
Dhingklik (tempat duduk) adalah tempat untuk duduk pembatik. Biasanya
terbuat dari bambu, kayu, plastik, atau besi. Saat ini, tempat duduk dapat
dengan mudah dibeli di toko-toko.
11. Pewarna Alami
Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik. Pada beberapa
tempat pembatikan, pewarna alami ini masih dipertahankan, terutama kalau mereka
ingin mendapatkan warna-warna yang khas, yang tidak dapat diperoleh dari
warna-warna buatan. Segala sesuatu yang alami memang istimewa, dan teknologi
yang canggih pun tidak bisa menyamai sesuatu yang alami.
Itulah jenis perlengkapan membatik yang harus ada. Proses membatik
memerlukan waktu yang cukup lama, terlebih kalau kain yang dibatik sangat luas
dan coraknya cukup rumit.
2.3 Simbol dan Makna Batik Pekalongan
Motif Batik Pekalongan sedikit banyak dipengaruhi
pembauran masyarakat Pekalongan, Jawa Tengah, dengan berbagai bangsa seperti
Cina, Belanda, Arab, India, Melayu, dan Jepang pada masa lalu. Beberapa jenis
motif batik pengaruh berbagai negara itu kemudian dikenal sebagai identitas
batik Pekalongan. Motif itu adalah batik Jlamprang diilhami India dan Arab,
batik Encim dan Klangenan dipengaruhi peranakan Cina, batik Belanda, batik Pagi
Sore, dan batik Hokokai yang tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang. Warna cerah
dan motif beragam membuat batik Pekalongan maju pesat. Berbeda dengan batik
Solo dan Yogyakarta, batik Pekalongan terlihat
lebih dinamis lantaran permainan motif yang lebih bebas. Media kainnya pun
bermacam-macam. Tidak hanya katun dan kaos, sutera juga menjadi andalan batik
Pekalongan saat bersaing di luar negeri. Motif Jlamprang, Sekarjagat, atau
motif khas lainnya, menjadi berkelas ketika dituangkan dalam bahan baku sutera. Beberapa
motif batik pekalongan:









2.4 Fungsi Batik Pekalongan
Selain fungsinya sebagai
penutup tubuh, dahulu, kain batik merupakan busana kebesaran keluarga keraton.
Tak ada yang boleh mengenakan kain batik selain raja dan keturunan raja.
Biasanya batik dipakai sehari-hari dan dipakai dalam upacara kelahiran,
perkawinan serta kematian, yang biasanya dipakai dalam bentuk kain panjang,
sarung, dodot, selendang, ikat kepala dan kemben.
Fungsi batik dalam
kehidupan sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
a. Batik yang berfungsi sebagai busana atau pakaian untuk keperluan
sehari-hari yang biasa disebut sebagai Batik Profan, seperti :
1. kemeja
2. daster
3. sarung
4. jarik
5. selendang
6. kerudung
b. Batik berfungsi sebagai kerajinan, seperti :
1. taplak meja
2. seprai
3. gorden
4. hiasan dinding
5. tas
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penelitian yang langsung dilaksanakan di lapangan
menghasilkan berbagai kesimpulan sebagai berikut:
- Batik merupakan kebudayaan milik indonesia yang harus dilestarikan dan kita selaku generasi penerus harus bangga dengan macam-macam batik yang ada.
- Di Indonesia berbagai macam jenis dan motif batik. Disetiap daerah memiliki motif yang berbeda, termasuk di wilayah Pekalongan pun memiliki kekhasan sendiri dalam motif batiknya.
- Proses pengolahan batik memerlukan tahapan yang panjang dan ketelitian yang cukup sehingga menghasilkan motif batik yang sempurna.
Berbagai macam batik mulai banyak zaman sekarang seperti batik
tulis,batik cap,batik printing,dan lain-lain.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah kami buat,maka beberapa
saran penulis diajukan sebagai berikut.
- Batik sangatlah penting bagi Indonesia karena batik merupakan cirri khas bangsa Indonesia dan merupakan budaya,identitas yang tidak bisa dilepaskan dari bangsa Indonesia.
- Mengingat bahwa batik telah diklaim oleh negara lain,maka kita dianjurkan bahkan diwajibkan menjaga kebudayaan batik yang kita miliki.
- Mengingat indonesia khususnya Pekalongan dan sekitarnya sangat identik dengan batik ada baiknya jika kebudayaan batik indonesia dilestarikan oleh rakyat indonesia itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/batik
Langganan:
Postingan (Atom)