Senin, 28 Oktober 2013
In:
Campus
SMS dan Pengaruhnya Terhadap Bahasa
Kehadiran
alat komunikasi telepon seluler (ponsel) membawa banyak perubahan dalam
masyarakat. Perubahan ini terlihat jelas pada aspek-aspek komunikasi manusia.
Dengan adanya ponsel, masyarakat dapat berkomunikasi dan berbahasa tanpa batas.
Dengan menggunakan fasilitas ponsel baik itu voicecall, videocall, MMS
maupun SMS, mereka dapat berkomunikasi kapan saja dan di mana saja. Layanan
SMS, sebagai salah satu fitur dari ponsel, dibatasi oleh jumlah huruf
(karakter). Keterbatasan ruang tulis ini mendorong masyarakat untuk menjadi
kreatif dalam menuangkan ide-ide mereka dalam kalimat-kalimat SMS. Mereka
kemudian memotong pendek kalimat mereka, mencampur huruf dengan angka, atau
menggunakan simbol-simbol, untuk mengatasi keterbatasan karakter penulisan SMS
tersebut. Kreatifitas ini kemudian melahirkan sebuah gaya bahasa baru di yang
disebut sebagai gaya bahasa SMS. Sayangnya, karena tidak adanya konvensi
tentang bagaimana cara menulis SMS, menyebabkan tiap-tiap orang menncipta dan
mengembangkan gaya SMS mereka sendiri-sendiri. Akibatnya, ada banyak gaya SMS dijumpai dalam
masyarakat. Fenomena ini tentu saja menarik untuk dikaji.
SMS
atau short message service adalah media mutakhir yang ikut mempengaruhi bahasa
di masyarakat kita. Sebelumnya, pada 1980-an, radio komunikasi meramaikan
istilah baru dalam perbincangan. Farid Hardja, penyanyi kondang, saat itu
membuat lagu Bercinta di Udara yang memakai idiom percakapan radio komunikasi
ini.Pengaruhnya luar biasa. Sampai sekarang, satu-dua kata yang berasal dari
kebiasaan ngebrik itu masih ngendon. Di antaranya ”kopdar” alias kopi darat
buat menyebutkan istilah untuk bertemu secara fisik. Sisa istilah yang masih
populer, setidaknya dari pria usia 40-an tahun, antara lain ”YL” yang diucapkan
”wai el” yang berarti young lady, untuk menyebutkan wanita muda.Pada akhir
1990-an, awal era chatting dan electronic mail, lagi-lagi muncul berbagai
istilah yang tanpa disadari ikut masuk perbincangan sehari-hari. Kata ”japri”
alias jalur pribadi, yang berarti komunikasi khusus antara si pengirim dan
penerima e-mail, menclok dalam perbincangan sehari-hari.Dengan pentingnya peran
SMS sebagai alat pengirim pesan tercepat, berbagai istilah komunikasi yang baru
ikut lahir dan populer.Pemakaian singkatan serta penggunaan lambang-lambang perasaan
atau emoticons bercampur aduk dengan bebas.
Ini
bisa dimaklumi. Pesan pendek adalah layanan yang melekat pada telepon seluler.
Pada awal kelahirannya, dengan kapasitas yang terbatas, pengatur kebijakan
harus menetapkan jumlah karakter yang resmi dalam layanan ini.Adalah Friedhelm
Hillebrand, yang pada 1986 duduk menjadi ketua layanan non-voice dalam jaringan
Global System for Mobile Communications (GSM). Dialah yang menetapkan jumlah
karakter untuk tiap pesan pendek, yaitu 160 karakter. Jumlah ini mengacu ke
maksimal huruf dan spasi pada dua baris kata yang ditulis di mesin ketik.
Penemuan Hillebrand itulah yang disepakati sebagai jumlah karakter dalam
telepon seluler hingga sekarang. Temuan ini pun dikenal sebagai magic
number.Keputusan itulah yang mempengaruhi bahasa dalam pesan pendek di seluruh
dunia. Namanya juga pesan pendek. Sebab, untuk berkomunikasi tertulis, Anda
dibatasi tarif.Apa yang terjadi di sini sebenarnya hanyalah ekor dari
perkembangan serupa yang terjadi di luar negeri. Di negara-negara berbahasa
Inggris, bahasa SMS pun mengalami perkembangan yang tidak pernah dibayangkan.
Seiringbergulirnyawaktu, marak
pemakaian jalur komunikasi yang efisien dan murah, dapat melahirkan dampak yang
negatif dalam penggunaan tata bahasa. Pemakaian singkatan di dalam menggunakan SMS kerap kali membuat
masyarakat menjadi terbawa arus di dalam menuliskan kata-kata baku, sepeti
menulis surat, cacatan dan sebagainya.Terkadang pemakaian kata yang tak baku di
dalam memanfaatkan layanan SMS sering kali menimbulkan keraguan atau makna ganda bagi si penerima,
tak heran pesan yang kita kirim lewat SMS bisa menghasilkan arti yang berbeda dari yang
kita maksudkan. Bahasa pesan pendek di
Indonesia tak hanya menggunakan singkatan dari bahasa asing, tapi juga dari
bahasa sehari-hari, yang hanya dipahami mereka yang menggunakannya. Penggunaan
bahasa SMS di Indonesia tak memiliki pola yang jelas. Terkadang ada yang
mengganti huruf dengan angka. Ada pula yang gemar menggabungkan huruf dalam
ejaan bahasa Inggris untuk menggantikan bahasa Indonesia.Ini contohnya: ”4”
untuk ”a”, ”5” untuk ”s” , ”0” untuk ”o”, dan seterusnya. Itu sebabnya huruf
vokal pun banyak yang hilang entah ke mana. Lainnya, muncul pula kombinasi
huruf dan angka: ”s4” untuk kata ”sempat” atau ”t4” untuk kata ”tempat”. Ada
juga ”c2” yang diucapkan sesuai dengan ejaan bahasa Inggris. Artinya? ”Situ”.
Lihat kalimat kreatif ini: ”ok g k c2”, yang berarti ”oke gue ke situ”.Itu
belum seberapa. Ada lagi kata-kata yang lazim di kalangan mereka, seperti sotoy
untuk ”sok tahu” yang kemudian ditulis ”sty”; lalu pw untuk ”posisi wuenak”.Diantara
dampak-dampak SMS bagi tatanan bahasa SMS masih banyak sekali.Adapun dampak
tersebut dianataranya :
Ø banyak orang yang menulis surat dan sebagainya
menggunakan singkatan yang tak baku.
Ø Pemakaian singkatan yang tak baku di dunia
jurnalistik adalah sesuatu kesalahan yang fatal.
Ø menjamurnya buku-buku yang berlabel buku bahasa
gaul.
Kita tak perlu bingung,
apalagi ketakutan. Anggap saja ini hanya tren yang akan hilang. Di masa lalu,
pesan pendek dilakukan melalui telegram, dan kita juga selalu berulang-ulang
membacanya agar bisa memahaminya.Mungkin saja seperti telegram yang kemudian
hilang, gaya bahasa pesan pendek ini bisa mengalami hal serupa. Yang jelas,
sampai saat ini mereka masih menjawab pertanyaan di kertas ulangan sekolah atau
kampus dengan kalimat yang jelas, dan bisa dipahami.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar